Kamis, 22 Desember 2011

Kamis, 08 Desember 2011

" Pada Sebuah Kapal "

Resensi Novel Angkatan ‘66

Sri lahir di keluarga sederhana yang menyukai dunia seni. Ayahnya adalah seorang pelukis. Sejak kecil, dia sekolah tari. Sri merupakan  anak bungsu dari lima bersaudara, dan bertempat tinggal di Semarang. Saat umurnya tiga belas tahun, ayahnya meninggal, setelah lulus SMA Sri bekerja sebagai penyiar radio di kotanya, sekitar tiga tahun menjadi penyiar radio, ia merasa jenuh dengan pekerjaannya. Sri mencoba mengikuti pendidikan pramugari di kotanya dan akhirnya mendapat kesempatan untuk diuji di Jakarta. Tapi keberuntungan tidak berpikah kepadany, ia tidak lulus disebabkan ada penyakit yang terdapat di dalam paru-parunya.
Setelah berobat dan sembuh ia kembali ke Jakarta dan tinggal di rumah pamannya. Di Jakarta ia bekerja sebagai penyiar radio dan penari untuk acara-acara istana. Di gedung latihan itu, Sri menyukai seorang laki-laki. Namanya Basir. Tapi perasaannya bertepuk sebelah tangan. Disisi lain Yus menyukai dan ingin menikahi Sri, namun Sri tidak mencintainya karena seorang komunis. Selain itu ada Narti, teman kecil Sri waktu sekolah dasar yang sekarang menjadi pramugari. Narti sering main ke rumah paman Sri untuk mengunjunginya. Narti memperkenalkan kedua teman yang bekerja di angkatan udara kepada Sri, mereka bernama Saputro dan Mokar.
Pertemanan Sri dan Suparto awalnya biasa-biasa saja. Namun, sikap Saputro sangat lembut dan perhatian. Karena itu Sri mulai jatuh hati dengan sosok Saputro. Sri dengan Saputro semakin dekat setelah mereka bertemu di acara Malam Kesenian Kongres Pemuda se-Asia. Dari pertemuan itulah, keduanya yakin kalau mereka saling mencintai. Setelah Saputro selesai mengikuti pendidikan di Cekoslovakia, mereka memutuskan untuk tunangan dan segera menikah.
Sekian lama mereka telah mempersiapkan pernikahannya. Namun ketika Suparto melakukan penerbangan Bandung-Jakarta, ia mengalami kecelakaan hingga tewas karena cuaca buruk. Sri sangat terpukul dan Carl mencoba menghibur Sri. Carl adalah teman Sutopo yang sebenarnya dia juga mencintai Sri. Namun ada satu hal yang tidak disukai Sri dari Carl, dia terlalu sombong dengan kekayaan yang dimiliki olehnya walaupun sikapnya baik terhadap Sri.
Sepuluh bulan setelah wafatnya Sutopo, Sri memutuskan akan menikah dengan Charles yang berkebangsaan Perancis. Charles adalah seorang diplomat yang sangat tertarik dengan kebudayaan. Keputusannya untuk menikah dengan Charles ditentang oleh keluarga, terutama Sutopo. Kakaknya itu tidak setuju kalau Sri menikah dengan Charles. Sutopo yakin Sri tidak akan bahagia menikah dengan Charles karena Sri belum begitu mengenal Charles. Namun Sri tidak peduli dengan nasehat keluarga. Ia tetap menikah dengan Charles dan kewarganegaraannya menjadi Perancis. Setelah menikah, mereka bermukim di Kobe, Jepang. Kehidupan rumah tangga Sri tidak bahagia, Charles yang pada awalnya baik, perhatian sebelum menikah, kini berubah menjadi seorang yang pemarah, pelit, dan suka membentak-bentak. Sri yang sejak awal tidak mencintai Charles, menjadi semakin benci karena sikap yang ditunjukan Charles. Dari Charles, Sri melahirkan seorang anak perempuan.
Pada kesempatan liburan, Charles mengajak anak dan istrinya untuk melakukan perjalanan ke beberapa Negara. Setelah dari Indonesia, mereka berangkat ke Saigon. Di sana Charles Menyuruh kepada istrinya untuk melakukan perjalanan dengan kapal bersama anaknya.  Sekitar tiga bulan di kapal itulah Sri bertemu dengan Michel, seorang komandan kapal yang juga kecewa dengan istrinya. Sejak pertama melihatnya, Sri sudah tertarik karena sikapnya dan pada beberapa kesempatan, mereka bertemu. hubungan antara Sri dengan Michel semakin dekat setelah acara pesta dansa. Sejak itu mereka sering bertemu dan cinta pun tumbuh diantara mereka berdua. Awalnya Sri berpikir untuk selalu setia terhadap suaminya yang tidak pernah dicintainya, tapi Sri juga berhak untuk mendapatkan kebahagiaan. Dia sangat mencintai Michel, dan Michel pun demikian. Sosok Michel mengingatkan Sri pada cintanya yang telah hilang. Selama perjalanan itulah dia menemukan kebahagiaan yang selama ini tidak pernah dirasakan olehnya.
Setelah sampai di Marseille, Charles sudah menunggunya dan Sri pun harus berpisah dengan kekasihnya Michel. Setelah pekerjaan suaminya selesai, mereka kembali ke Kobe. Kehidupan Sri berjalan seperti biasanya. Setelah sekian lama tidak bertemu, akhirnya Michel mengabarkanakan lewat telegram bahwa dia akan ke Yokohama. Sri sangat gembira mendengar kabar ini. Akhirnya Michel dan Sri bertemu, pada kesempatan-kesempatan itu mereka selalu menghabiskan waktu bersama. Sri dan Michel menyadari akan keterikatan mereka terhadap pernikahan mereka dengan pasangan masing-masing.  Namun keadaan itu tidak menghalangi cinta keduanya. Sri sadar akan kehidupan Michel, dan dia akan selalu mencintai Michel maupun sebaliknya.

Jumat, 02 Desember 2011

Salah Bahasa :)



Ada pengalaman yang sampai saat ini masih saya ingat. Cerita dimulai ketika saya masih duduk di kelas 3 SMP. Waktu itu sekolah kami mengadakan tour dan merangkap sebagai piknik perpisahan kelas 3 ke Jakarta, ada beberapa tempat yang kami kunjungi dan salah satunya adalah DUFuN,  Ancol.
Saat itu saya dan ke-2 teman saya terpisah dengan kelompok. Awalnya kami ber-3 masih santai dan menikmati wahana yang ada di Ancol, namun makin lama hari makin sore dan kami mencoba untuk keluar dari wahana dan kembali ke bus. Tapi karena itu hal pertama kalinya kami mengunjungi Ancol, wajar saja kami sedikit bingung dengan suasana dan kedaan lingkungannya, termmasuk jalan keluar.
Kami ber-3 makin bingung karena tak kunjung menemukan jalan keluar, akhirnya kami menelfon salah satu teman. “ Tuuutttt….tuuutttt….” suara telfon yang tersambung. “ Hallo….” Huft akhirnya diangkat juga. Kata dalam hati. “ Lu dimana Ne?” jawab salah satu temen saya. “guwe di TimeZone nie, lu kesini aja” jawabnya. Kemudian telfonpun terputus. Permasalah yang baru adalah, lalu dimana TimeZone itu? Kita semua makin bingung.
Karena tak ada jalan  keluar lagi kami berniat untuk bertanya orang yang ada disekitar situ. Kebetulan ada satu keluarga yang sedang duduk-duduk di taman. Dan akhirnya saya memutuskan untuk bertanya
“ Maaf, TimeZone niku pundi geh?” Pertanyaan yang saya ajukan, tapi aneh kenapa keluarga itu bingung sambil menatap saya dengan anehnya. Dan teman sayapun mengingatkan saya bahwa ini Jakarta bukan di Solo, saya pun segera sadar dan memperbaiki pertanyaan saya dengan wajah merah padam karena malu “maaf ya pak, sekali lagi maaf. Eee…. maksud saya TimeZone itu dimana ya?” setelah saya mengganti bahasa mereka mulai mengerti dan paham maksud kami. “ ohhh….TimeZone ya…. Disebelah sana dik.” Sambil menunjukan arah kekanan. Sebelum pergi kami berterimakasih kepada keluarga itu. Dijalan kami semua tertawa karena mengingat kejadian yang sangat memalukan tersebut, terkhususnya bagi saya sendiri.

Catatan *niku pundi geh: merupakan bahasa jawa krama alus (tingkatan dalam bahasa jawa yang paling halus/sopan, digunakan untuk orang yang lebih muda berbicara kepada orang yang lebih tua) yang “artinya itu dimana ya”

Dari sini saya mulai mengerti, bahwa penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari memang harus sopan namun yang paling penting adalah kesatuan bahasa antara pendengar dan pembicara. Tanpa ada keselarasan antara bahasa keduanya, tidak akan adanya komunikasi.

KAIDAH DALAM PENGEJAAN DAN PENULISAN



I.            Ejaan
Yang dimaksud dengan ejaan adalah cara melafalkan dan menuliskan huruf, kata, unsur serapan, dan tanda baca. Bahasa Indonesia menggunakan ejaan fonemik, yaitu hanya satuan bunyi yang berfungsi dalam bahasa Indonesia yang dilambangkan dengan huruf.
A. Pelafalan
Salah satu hal yang diatur dalam ejaan ialah cara pelafalan atau cara pengucapan dalam bahasa Indonesia. Pada akhir-akhir ini sering kita dengar orang melafalkan bunyi bahasa Indonesia dengan keraguan. Keraguan yang dimaksud ialah ketidakteraturan pengguna bahasa dalam melafalkan huruf. Kesalahan pelafalan dapat terjadi karena lambang (huruf) diucapkan tidak sesuai dengan bunyi yang melambangkan huruf tersebut.
Contoh : teknik Lafal yang salah, tehnik Lafal yang benar.
energi Lafal yang salah, enerji Lafal yang benar.
Masalah lain yang sering muncul dalam pelafalan ialah mengenai singkatan kata dengan huruf. Sebaiknya pemakai bahasa memperhatikan pelafalan yang benar seperti yang sudah dibakukan dalam ejaan.
Contoh : TV [teve] Lafal yang salah, [tivi] Lafal yang benar.
B. Pemakaian Huruf
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan menggunakan 26 huruf didalam abjadnya, yaitu mulai dengan huruf /a/ sampai dengan huruf /z/. Beberapa huruf di antaranya, yaitu huruf /f/, /v/, /x/, dan /z/, merupakan huruf serapan dan sekarang huruf-huruf tersebut dipakai secara resmi di dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, pemakaian huruf itu tetap dipertahankan dan jangan diganti dengan huruf lain.
Contoh : fakta tidak boleh diganti dengan pakta
C. Pemisahan Suku Kata
Setiap suku kata bahasa Indonesia ditandai oleh sebuah vokal. Huruf vokal itu dapat didahului atau diikuti oleh huruf konsonan. Persukuan atau pemisahan suku kata biasanya kita dapati pada penggantian baris, yaitu terdapat pada bagian akhir setiap baris tulisan. Pengguna bahasa tidak boleh melakukan pemotongan kata berdasarkan kepentingan lain, misalnya mencari kelurusan baris pada pinggir baris setiap halaman atau hanya untuk memudahkan pengetikan. Penulisan harus mengikuti kaidah-kaidah pemisahan suku kata yang diatur dalam Ejaan yang Disempurnakan seperti berikut ini.
1) Apabila di tengah kata terdapat dua vokal berurutan, pemisahan dilakukan di antara vokal tersebut. Contoh: Main ma-in, taat ta-at
1. Apabila di tengan kata terdapat dua konsonan berurutan, pemisahan dilakukan di antara kedua konsonan tersebut. Contoh : ambil am-bil undang un-dang
2. Apabila di tengan kata terdapat konsonan di antara dua vokal pemisahannya dilakukan sebelum konsonan. Contoh: bapak ba-pak sulit su-lit
3. Apabila di tengah kata terdapat tiga atau empat konsonan, pemisahannya dilakukan di antara konsonan pertama dan konsonan kedua. Contoh: bangkrut bang-krut instumen in-stru-men
4. Imbuhan termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, penyukuannya dipisahkan sebagai satu kesatuan. Contoh: minuman mi-num-an bantulah ban-tu-lah

TATA TULIS

A.    Penulisan Huruf
1.      Huruf kapital atau huruf besar
A.    Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
B.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
C.     Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan nama kitab suci, termasuk ganti untuk Tuhan.
D.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
E.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
F.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
G.     Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa-bangsa dan bahasa.
H.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
I.        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam geografi.
2.      Huruf Miring
A.    Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan.
B.      Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
Contoh : Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.
C.     Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata ilmiah atau ungkapan asing.
B.     Penulisan Kata
  1. Kata Dasar
            Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
2.      Kata Turunan
A.    Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
B.      Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan, atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
C.     Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
3.      Bentuk Ulang
            Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
4.      Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
Kata ganti ku dan kau sebagai bentuk singkat kata aku dan engkau, ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
5.      Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah dianggap kata yang sudah dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
6.      Tanda titik (.)
A.    Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
B.      Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf pengkodean suatu judul bab dan subbab.
C.     Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka, jam, menit, dan detik yang menunjukan waktu dan jangka waktu.
D.  Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
7.      Tanda koma (,)
A.    Tanda koma dipaki di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
B.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
C.  Tanda koma harus dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.



      Smber: http://istiqomahqoe.multiply.com/journal/item/8, http://pelitaku.sabda.org  /penggunaan_dan_tata_tulis_ejaan_pelafalan_pemakaian_huruf_dan_pemisahan_suku_kata, http://endonesa.wordpress.com/2008/09/08/tata-tulis/