Jumat, 19 April 2013

Hubungan Interpersonal

A.      Model-model hubungan interpersonal
Hubungan Interpersonal
            Manusia merupakan makhluk sosial, karena itu kehidupan manusia selalu ditandai dengan pergaulan antar manusia. Pergaulan itu dapat dilakukandalam lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, organisasi sosial dan lain-lain. Pergaulan manusia merupakan salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang nantinya akan menjadi dasar dalam melakukan hubungan atau interaksi antar individu, karena komunikasi sangat erat kaitannya dengan hubungan interpersonal. Dalam bagian ini perlu diketahui tentang pengertian hubungan interpersonal, tahap-tahap hubungan interpersonal, faktor-faktor yang menumbuhkan hubungan interpersonal dalam komunikasi interpersonal,teori-teori hubungan interpersonal dan ciri-ciri hubungan interpersonal yang baik.[1] Hubungan interpersonaladalah hubungan antara individu satu dengan individu lain yang melandasi komunikasi interpersonal yang dilakukan. Hubungan interpersonal adalah dimana ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Jadi ketika kita berkomunikasi kita tidak hanya menentukan content melainkan juga menentukanrelationship.[2]
Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya; makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya; sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan. Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Kegagalan komunikasi sekunder terjadi, bila isi pesan kita dipahami, tetapi hubungan di antara komunikan menjadi rusaak. “komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal barangkali yang paling penting,”  Anita taylor et al. (1977:1987). Banyak penyebab dari rintangan komunikasi berakibat kecil saja bila ada hubungan baik diantara komunikan. Sebaliknya, pesan yang paling jelas, paling tegas, dan paling cermat tidak dapat menghindari kegagalan, jika terjadi hubungan yang jelek.[3] Setiap kali kita melakukan komunikasi, kita bukan hanya sekedar menyampaikan isi pesan, kita juga menentukan kadar hubungan interpersonal, bukan hanya menentukan “content” tetapi juga “relationship”. Bukan hanya menyampaikan isi, tetapi juga mendefinisikan hubungan interpersonal. Pandangan bahwa komunikasi mendefinisikan hubungan interpersonal telah dikemukakan Ruesch dan Bateson (1951) pada tahun 1950-an. Gagasan ini dipopulerkan di kalangan komunikasi oleh Watzlawick, Beavin, dan Jackson (1067) dengan buku mereka Pragmatics of Human Communication. Mereka melahirkan istilah baru untuk menunjukkan aspek hubungan dari pesan komunikasi ini.

·       Model Pertukaran dan Analisis Transaksional
1.      Model pertukaran sosial
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley, dua orang pemuka uatama dari model ini, menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai berikut, “asumsim dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya. “ Ganjaran, biaya, laba, dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori ini. Ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran berupa uang, penerimaan sosial, atau dukungan terhadap nilai yang dipegannya. Nilai suatu ganjaran berbeda-beda antara seseorang dengan yang lain, dan berlainan antara waktu yang satu dengan waktu yang lain.buat orang kaya, mungkin penerimaan sosial lebih berharga dari pada uang. Buat orang miskin, hubungan interpersonal yang dapat mengatasi kesulitan ekonominya lebih memberikan ganjaran daripada hubungan yang menambah pengetahuan. Biaya adalah akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat menhabiskan sumberkekayaan individu atau dapat menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan. Seperti ganjaran, biaya pun berubah-ubah sesuai dengan waktu dan orang yang terlibat di dalamnya. Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya. Bila seorang individu merasa, dalam suatu hubungan interpersonal, bahwa ia tidak memperoleh laba sama sekali, ia kan mencari hubungan lain yang mendatangkan laba. Misalnya, kita mempunyai kawan yang pelit dan bodoh. Kita banyak membantunya, tetapi hanya sekedar supaya persahabatan dengan dia tidak putus. Bantuan kita (biaya) ternyata lebih besar daripada nilai persahabatan (ganjaran) yang kita terima. Kita rugi. Menurut teori pertukara sosial, hubungan kita dengan sahabat pelit itu mudah sekali retak dan digantikan dengan hubungan barudengan orang lain. Tingkat perbandingan menunjukkan ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang. Ukuran baku ini dapat berupa pengalaman individu pada masa lalu atau alternatif hubungan lain yang terbuka baginya. Bila pada masa lalu, seorang individu mengalami hubungan interpersonal yang memuaskan, tingkat perbandingannya turun. Bila seorang gadis pernah berhubungan dengan kawan pria dalam hubungan yang bahagia,ia akan mengukur ganjaran hubungan interpersonal dengan kawan pria lain berdasarkan pengalamannya dengan kawan pria terdahulu. Makin bahagia ia pada hubungan interpersonal sebelumnya, makin tinggi tingkat perbandingannya berarti makin sukar ia memperoleh hubungan interpersonal yang memuaskannya.
2.     Model Analisis Transaksional
Analisis Transaksional (AT) adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional. AT dapat dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan kelompok. Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan. Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh klien, juga dalam proses terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan yang diambil oleh klien. Maka proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan hidupnya sendir

·           Memulai Hubungan
a.       Pembentukan Kesan dan Ketertarikan Interpersonal dalam Memulai Hubungan
1.     pembentukan kesan
Menurut sears dkk (1992) individu cenderung membentuk kesan panjang lebar atas orang lain berdasarkan informasi yang terbatas.

-         Evaluasi : Kesan pertama. Menurut sears dkk (1992) aspek pertama yang paling penting dan kuat adalah evaluasi. Secara formal dimensi evaluatif merupakan dimensi terpenting diantara sejumlah dimensi dasar yang mengorganisasikan kesan gabungan tentang orang lain.

-         Kesan Menyeluruh. Untuk menjelaskan bagaimana orang mengevaluasi terhadap orang orang lain, dapat dilakukan dari “kesan yang diterima secara keseluruhan”. Sears dkk. (1992) membagi kesan menyeluruh menjadi dua, yaitu model penyamarataan dan model menambahkan.

-         Konsistensi. Individu cenderung membentuk karakteristik yang konsisten secara evaluatif terhadap individu lainnya, meski hanya memiliki sedikit informasi. Kita cenderung memandang orang lain secara konsisten dari kedalamannya.

-         Prasangka positif menurut sears (dalam Sears dkk., 1992) adalah kecenderungan menilai orang lain secara positif sehingga mengalahkan evaluasi negatif.


2.     Ketertarikan Interpersonal
-         Prinsip Dasar Daya Tarik  Interpersonal
·        Penguatan
Kita menyukai orang lain dengan cara member ganjaran sebagai penguatan dari tindakan atau sikap kita. Salah satu tipe ganjaran yang penting adalah persetujuan sosial, dan banyak penelitian memperlihatkan bahwa kita cenderung menyukai orang lain yang cenderung menilai kita secara positif (Sears, 1992).
·        Pertukaran sosial
Pandangan ini menyatakan bahwa rasa suka kita kepada orang lain didasarkan pada penilaian kita terhadap kerugian dan keuntungan yang diberikan seseorang kepada kita. Teori ini menekankan bahwa kita membuat penilaian komparatif, menilai keuntungan yang kita peroleh dari seseorang dibandingkan dengan keuntungan yang kita peroleh dari orang lain (Sears dkk., 1992).
·        Asosiasi
Kita menjadi suka kepada orang yang diasosiasikan (dihubungkan) dengan pengalaman yang baik/bagus dan tidak suka kepada orang yang diasosiasikan dengan pengalaman buruk/jelek (Clore & Byrne dalam Sears dkk., 1992)

-         Faktor-faktor yang mempengaruhinya
·        Karakter Pribadi
Daya tarik seseorang bagi orang lain, pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua hal : yang bersifat fisik (wajah, rambut, tubuh) dan yang bersifat non fisik (kepribadian, intelegensi, minat dan hobby), para ahli mengidentifikasikan beberapa karakter umum yang mempengaruhi rasa suka seseorang kepada orang lain yaitu ketulusan, kehangatan personal,  kompetensi, dan daya tarik fisik.
·        Kesamaan
Kita cenderung menyukai orang yang sama dengan kita dalam sikap, nilai, minat, hoby, latar belakang, dan kepribadian. Menurut Sears dkk., (1992) dalam hal berpacaran dan pernikahan, kecenderungan untuk memilih pasangan yang mempunyai kesamaan disebut sebagai “prinsip kesesuaian” (match principle).
·        Keakraban
Menurut Atkinson dkk. (1993) salah satu alasan bahwa kedekatan dapat menimbulkan rasa senang pada seseorang adalah bahwa kedekatan dapat mningkatkan keakraban. Fenomena ini oleh Sears dkk. (1992) dapat dijelaskan dengan apa yang disebut sebagai efek eksposur belaka. Efek ini merupakan suatu fenomena dimana keseringan berhadapan dengan seseorang dapat meningkatkan rasa suka kita terhadap orang lain.
·        Kedekatan
Menurut Atkinson dkk. (1993) salah satu prediktor terbaik mengenai apakah dua orang dapat berteman atau tidak adalah seberapa jauh jarak tempat tinggal mereka. Terdapat tiga faktor yang menghubungkan antara kedekatan daya tarik interpersonal, yaitu pertama, kedekatan biasanya meningkatkan keakraban. Kedua, kedekatan sering berkaitan dengan kesamaan. Kita seringkali memilih untuk tinggal dan bekerja dengan orang lain yang kita kenal, dan selanjutnya kedekatan geografi kita akan meningkatkan kesamaan kita. Faktor ketiga adalah bahwa orang yang dekat secara fisik lebih mudah didapat dari pada orang yang jauh (Sears dkk. 1992).

·         Hubungan Peran
Model Peran
terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut:
·         Secara implicit bermain peran mendukung sustau situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi ‘’di sini pada saat ini’’. Model ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogy mengenai situasi kehidupan nyata. Tewrhadap analogy yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang lain.
·         Kedua, bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan penekanan antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan psikodrama. Bermain peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran; sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat itulah yang paling utama. Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan daripada bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran peran keduanya memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran.
·         Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Denagn demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Oleh sebab itu, model mengajar ini berusaha mengurangi peran guru yang teralu mendominasi pembelajaran dalam pendekatan tradisional. Model bermain peran mendorong peserta didik untuk turut aktif dalam pemecahan masalah sambil menyimak secara seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah yang sedang dihadapi.
·         Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan demikian, para pserta didik dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya.
Terdapat tiga hal yang menentukan kualitas dan keefektifan bermain peran sebagai model pembelajaran, yakni (1) kualitas pemeranan, (2) analisis dalam diskusi, (3) pandangan peserta didik terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan situasi kehidupan nyata.

Konflik
\Konflik adalah adanya pertentangan yang timbul di dalam seseorang (masalah intern) maupun dengan orang lain (masalah ekstern) yang ada di sekitarnya. Konflik dapat berupad perselisihan (disagreement), adanya keteganyan (the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antar kedua belah pihak, sampai kepada mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai pengahalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing.
     Substantive conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan kelompok,pengalokasian sumber dalam suatu organisasi, distrubusi kebijaksanaan serta prosedur serta pembagaian jabatan pekerjaan. Emotional conflicts terjadi akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan penolakan, serta adanya pertantangan antar pribadi (personality clashes).
Dalam sebuah organisasi, pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja saling berkait dengan pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan dengan komunikasi yang tidak efektif yang menjadi kambing hitam.

Adequancy peran & autentisitas dalam  hubungan peran
Kecukupan perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada preskripsi ( ketentuan ) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut.

·         Intimacy dan Hubungan Peran
Intimasi dapat dilakukan terhadap teman atau kekasih. Intimasi (elemen emosional : keakraban, keinginan untuk mendekat, memahami kehangatan, menghargai, kepercayaan). Intimasi mengandung pengertian sebagai elemen afeksi yang mendorong individu untuk selalu melakukan kedekatan emosional dengan orang yang dicintainya. Dorongan ini menyebabkan individu bergaul lebih akrab, hangat, menghargai, menghormati, dan mempercayai pasangan yang dicintai, dibandingkan dengan orang yang tidak dicintai. Mengapa seseorang merasa intim dengan orang yang dicintai? Hal ini karena masing-masing individu merasa saling membutuhkan dan melengkapi antara satu dan yang lain dalam segala hal. Masing-masing merasa tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dan kehadiran pasangan hidup sisinya. 

·           Intimacy dan Pertumbuhan
Apapun alasan untuk berpacaran, untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti proses menyatakan siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita.
Keinginan setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati, dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena (1) kita tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh; (2) kita tidak menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan; (3) kita tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang rahasia; (4) kita dibentuk menjadi orang yang berkepribadian tertutup; (5) kita memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus . Dalam hal inilah keutamaan cinta dibutuhkan.

Daftar Pustaka:
Supratiknya, A. (1995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: kanisius
Widyarini, M. M. Nilam. 2009. Seri Psikologi Populer: Membangun Hubungan Antar Manusia. Jakarta: Elex Media Komputindo
Oliver, Sandra, 2001, Strategi Public Relations Jakarta : Erlangga
Roberts, Albert R. & Greene Gilbert J. 2008. Buku 1 Pintar Pekerja Sosial. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia.
Hoerr, Thomas R. 2007. Buku Kerja Multiple Intelligences. Bandung: PT Mizan.
Ivancevich, John. M, dkk. 2008. Perilaku dan Manajemen Organisasi.
            Jakarta : Erlangga
Dariyo, A. 2001. Psikologi Perkemb Dewasa Muda (CB). Grasindo
Riyanti, Dwi B.P., Prabowo, Hendro. (1998). Seri diktat kuliah psikologi umum 2.   
            Depok: Universitas  Gunadarma.

Pudjiastiti, Puline.  Sosiologi Untuk SMA/MA Kelas XI. Grasindo

http://www.anneahira.com/teori-pertukaran-sosial.htm

STRESS


1.        Arti Penting Stress
·           Pengertian Stress
Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain.

·           Efek-Efek Stress
1. Depresi
Seperempat dari orang yang mengalami stres berat bisa menjadi depresi. “Stres berat kronis akan mengganggu kemampuan kita untuk mengatur emosi," kata Cohen.
2. Obesitas
Berdasarkan penelitian yang diterbitkan di Nature Medicine pada 2008 menyatakan bahwa, ketika stres, tubuh melepaskan molekul yang disebut neuropeptide Y, yang mensimulasikan sel-sel lemak untuk tumbuh baik dalam ukuran dan jumlah yang tinggi. Selain itu, stres kronis yang dialami seseorang cenderung membuat diet jadi tidak sehat.
3. Demensia (kemerosotan daya ingat)
Sebuah studi 2009 Neurology melaporkan bahwa para orang tua yang sering tertekan dan terisolasi, 50 persen lebih mungkin mengembangkan penyakit demensia pada rekan-rekan mereka yang lebih tenang dan jarang stres dibanding orang tanpa stres. (dar)
4. Sering infeksi
Berdasarkan analisa tahun 2004, dari 293 penelitian yang diterbitkan dalam Psychological Bulletin, stres kronis bisa menekan sistem kekebalan tubuh yang membuat orang lebih mudah terserang penyakit flu.
5. Kanker payudara
Wanita yang terkena kanker payudara metastatik, yakni kanker yang telah menyebar, dua kali lebih sering kambuh jika mereka sedang stres, menurut penelitian 2007 di Psychosomatic Research. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap tikus pada tahun 2009, seekor tikus yang mengalami stres akan tiga kali lebih besar untuk mengembangkan kanker payudara di tempat pertama dibandingkan dengan tikus yang tenang. Penelitian ini dilakukan di Prosiding National Academy of Sciences.
6. Insomnia
Menurut penelitian yang dilakukan di Clayton Sleep Institute di St Louis, orang dengan stres kronis lebih sering mengalami gangguan tidur (insomnia), mereka cenderung melakukan aktivitas tidur lebih sedikit, dibandingkan dengan orang-orang yang mengalami kelelahan.
7. Penyakit jantung
Sebuah makalah yang diterbitkan Scandinavian Journal of Work Environment and Health tahun 2006, melaporkan bahwa orang-orang yang secara teratur mengalami stres, 50 persen berisiko terhadap penyakit jantung.
"Stres kronis mengaktifkan sistem saraf simpatik yang menyebabkan kerusakan lapisan dalam arteri dan juga membantu pembentukan gumpalan darah, yang menjadi penyebab serangan jantung," kata Cohen.
8. Alergi
Berdasarkan penelitian di Universitas Ohio State, stres bisa mengakibatkan orang yang terkena alergi jadi bertambah lebih parah. Reaksi alergi bisa bertahan lebih lama daripada orang yang tidak mengalami stres.
9. Mengurangi kesuburan
Dua hormon stress, kortisol dan hormon gonadotropin menghambat pelepasan hormon seks utama dalam tubuh, yang menyebabkan pengurangan jumlah sperma, ovulasi dan hasrat seksual. Hal ini dinyatakan pada sebuah studi 2009 yang dilaporkan dalam Prosiding National Academy of Sciences.
10. Stroke
Orang-orang yang secara teratur mengalami stres 50 persen lebih mungkin untuk menderita penyakit stroke fatal dibanding orang tanpa stres. (dar)

·           General Adaptation Syndrom dari Hans Selye
Dr. Hans Selye, pelopor riset tentang stress menyusun konsep tanggapan psikologis terhadap stress. Selye menganggap stress sebagai tanggapan yang tidak khas terhadap setiap tuntutan terhadap organisme. Ia memberi nama ketiga fase reaksi pertahanan yang dibentuk seseorang jika terjadi tress sebagai Sindrom Adaptasi Umum (GAS). Selye menyebut reaksi pertahanan tersebut sebagai umum karena penekan menimbulkan dampak atas beberapa bagian dari tubuh; adaptasi menunjukkan suatu rangsangan pertahanan yang dirancang untuk membantu tubuh menyesuaikan atau menanggulangi penekan; dan sindrom menunjukkan bahwa bagian-bagian reaksi yang terjadi lebih kurang bersamaan. Ketiga fase yang berbeda tersebut diacuh sebagai peringatan, perlawanan, dan peredaan.
 Tahap peringatan (Alarm stage) adalah tahap awal pengerahan dimana tubuh bertemu tantangan yang ditimbulkan penekan. Jika penekan sudah dikenali, otak segera mengirim suatu pesan biokimia ke seluruh sistem dalam tubuh. Denyut jantung meningkat, tekanan darah menaik, pupil mata membesar, otot menegang, dan sebagainya.
Jika penekan berlanjut, GAS maju ke tahap perlawanan. Tanda-tanda yang menunjukkan tahap perlawanan mencakup kejenuhan, kecemasan, dan ketegangan. Orang tersebut sekarang sedang berjuang melawan penekan. Jika perlawanan terhadap penekan tertentu kuat selama periode ini, perlawanan terhadap penekan lain lemah. Seseorang hanya mempunyai sumber tenaga, konsentrasi, dan kemampuan terbatas. Individu sering lebih mudah sakit selama periode stress tersebut dibandingkan pada waktu-waktu lainnya.
 Tahap GAS yang terakhir ialah peredaan (exhaustion). Perlawanan yang panjang dan terus menerus terhadap penekan yang sama pada akhirnya mungkin menghabiskan kekuatan adaptif yang tersedia, dan sistem perlawanan terhadap penekan menjadi kendur. Sangat penting untuk selalu diingat, bahwa pengaktifan GAS menempatkan tuntutan yang luar biasa terhadap tubuh. Jelasnya, semakin sering GAS diaktifkan dan semakin lama ia bekerja, semakin usang dan rusak mekanisme psikofisiologis. Tubuh dan otak mempunyai keterbatasan. Semakin sering seseorang mendapat ancaman, melawan, dan terkuras oleh pekerjaan, atau bukan pekerjaan, atau oleh interaksi dari kegiatan tersebut, semakin cenderung orang yang bersangkutan menjadi jenuh, sakit, kuyu, dan berbagai konsekuensi negatif lainnya.

·           Faktor Individu dan Sosial
Faktor social
·      Faktor lingkungan
Dimana perubahan yang terjadi secara tidak pasti dalam lingkungan organisasi dapat mempengaruhi tingakat stres dikalangan karyawan. Contohnya: keamanan dan keselamatan dalam lingkungan pekerjaan, perilaku manejer terhadap bawahan, kurangnya kebersamaan dalam lingkungan pekerjaan.
·           Faktor organisasional
Seperti tuntutan tugas yang berlebihan, tekanan untuk menyelesaikan pekerjaan dalam kurung waktu tertentu.
Faktor individual
Situasi atau kondisi yang mempengaruhi kehidupan secara individual seperti faktor ekonomi, keluarga dan kepribadian dari karyawan itu sendiri. Menurut Sarafino (1994), faktor–faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah:
§    Tuntutan kerja yang terlalu tinggi, seperti pekerjaan diluar kontrol pekerja yang harus dilakukan secara berulang dan terus menerus, evaluasi lampiran kerja oleh atasan. 
§    Perubahan tanggung jawab dalam kerja. 
§    Pekerjaan yang berkaitkan dengan tanggung jawab terhadap nyawa orang lain, seperti pekerjaan tenaga medis dimana memiliki beban yang tinggi terhadap nyawa orang lain sehingga menyebabkan kelelahan psikis dan akhirnya menimbulkan stres. 
§    Lingkungan fisik pekerjaan yang tidak nyaman. 
§    Hobi interpersonal yang tidak baik dalam lingkungan kerja. 
§    Promosi jabatan yang tidak adekuat. 
§    Kontol yang padat terhadap pekerjaan.
Menurut Lazarus (1985) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi stress kerja adalah:
§    Kondisi kerja yang kurang baik, seperti penerangan yang kurang baik, bising, terlalu dingin atau panas, dan polusi udara. 
§    Beban pekerjaan yang berlebihan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Tugas yang berlebihan secara kuantitatif terjadi bila penyelesaian suatu pekerjaan dalam waktu yang singkat. Sedangkan tugas yang berlebihan secara kualitatif bila tuntutan pekerjaan lebih tinggi dari pada pengetahuan dan ketrampilan pekerja. 
§    Desakan waktu. Desakan waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan tidak cukup sehingga pekerjaan selesai pada waktu yang di tentukan. 
§    Bahaya fisik, yang berupa kondisi kerja yang membahayakan, seperti membersihkan kaca jendela gedung bertingkat atau adanya lingkungan kerja yang membahayakan. Contohnya bekerja di tempat ketinggian dan pemakaian mesin-mesin pemotong. 
§    Spesialisasi pekerjaan. Pada pekerjaan yang rutin dan sempit, para pekerja sulit untuk mempersepsikan pekerjaannya sehingga pekerjaan menjadi menarik dan tidak membosankan pekerja.
          Pada penelitian yang dilakukan oleh NIOSH research (1998) penyebab stres kerja dapat dibagi dua yaitu yang berasal dari dalam individu dan dari luar individu antara lain:
§    Dari diri individu adalah usia, kondisi fisik dan faktor kepribadian, apakah kepribadian tipe A atau tipe B, pribadi ekstrovert atau introvert ayang secara keseluruhan dituangkan dalam lima faktor kepribadian (Big Five Factor Personality yang meliputi ektraversia, emotional stability, agrecables,dan operres to experience} dalam hal ini emotional stability berhubungan dengan mudah tidaknya seorang mengalami stres. 
§    Faktor dari luar individu adalah lingkungan baik lingkungan keluarga maupun lingkungan kerja, cita-cita. Lingkungan mendorong kondisi kerja penuh dengan stres yang disebut stress kerja dan dapat langsung mempengaruhi keamanan pekerja dan kesehatan.
2.        Tipe Stress Psikologis
Manusia berespon terhadap stres secara keseluruhan, sehingga kita tidak dapat memisahkan secara sangat tegas bentuk-bentuk stres. Stres biologis, misalnya adanya infeksi bakteri, akan juga berpengaruh terhadap emosi kita. Bisa pula suatu stres psikologis, misalnya kegagalan kerja, sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan fisik. Meski demikian, dapat disebutkan beberapa tipe stres psikologis, yang sering terjadi bersamaan, diantaranya adalah
a.     Tekanan
Kita dapat mengalami tekanan dari dalam maupun luar diri, atau keduanya. Ambisi personal bersumber dari dalam, tetapi kadang dikuatkan oleh harapan-harapan dari pihak di luar diri.
b.    Konflik
Konflik terjadi ketika kita berada di bawah tekanan untuk berespon simultan terhadap dua atau lebih kekuatan-kekuatan yang berlawanan.
-          Konflik menjauh-menjauh: individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama tidak disukai. Misalnya seorang pelajar yang sangat malas belajar, tetapi juga enggan mendapat nilai buruk, apalagi sampai tidak naik kelas.
-          Konflik mendekat-mendekat. Individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama diinginkannya. Misalnya, ada suatu acara seminar sangat menarik untuk diikuti, tetapi pada saat sama juga ada film sangat menarik untuk ditonton.
-          Konflik mendekat-menjauh. Terjadi ketika individu terjerat dalam situasi di mana ia tertarik sekaligus ingin menghindar dari situasi tertentu. Ini adalah bentuk konflik yang paling sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus lebih sulit diselesaikan. Misalnya ketika pasangan berpikir tentang apakah akan segera memiliki anak atau tidak. Memiliki anak sangat diinginkan karena pasangan dapat belajar menjadi orang dewasa yang sungguh-sungguh bertanggungjawab atas makhluk kecil yang sepenuhnya tak berdaya. Di sisi lain, ada tuntutan finansial, waktu, kemungkinan kehadiran anak akan mengganggu relasi suami-istri, dan lain sebagainya.
c.    Frustrasi.
Frustrasi terjadi ketika motif atau tujuan kita mengalami hambatan dalam pencapaiannya.
-          Bila kita telah berjuang keras dan gagal, kita mengalami frustrasi.
-          Bila kita dalam keadaan terdesak dan terburu-buru, kemudian terhambat untuk melakukan sesuatu (misal jalanan macet) kita juga dapat merasa frustrasi.
-          Bila kita sangat memerlukan sesuatu (misalnya lapar dan butuh makanan), dan sesuatu itu tidak dapat diperoleh, kita juga mengalami frustrasi.
d.    Kecemasan
Khawatir, gelisah, takut dan perasaan semacamnya itu merupakan suatu tanda atau sinyal seseorang mengalami kecemasan. Biasanya kecemasan di timbulkan karena adanya rasa kurang nyaman, rasa tidak aman atau merasa terancam pada dirinya.

·           Symptom – Reducing Response terhadap Stress
§  Penjelasan symptom – reducing response terhadap stress
Kehidupan akan terus berjalan seiring dengan berjalannya waktu. Individu yang mengalami stress tidak akan terus menerus merenungi kegagalan yang ia rasakan. Untuk itu setiap individu memiliki mekanisme pertahanan diri masing-masing dengan keunikannya masing-masing untuk mengurangi gejala-gejala stress yang ada.
§  Mekanisme Pertahanan Diri
1.        Indentifikasi
Identifikasi adalah suatu cara yang digunakan individu untuk menghadapi orang lain dngan membuatnya menjadi kepribadiannya, ia ingin serupa dan bersifat sama seperti orang lain tersebut. Misalnya seorang mahasiswa yang menganggap dosen pembimbingnya memiiliki kepribadian yang menyenangkan, cara bicara yang ramah, dan sebagainya. Maka mahasiswa tersebut akan meniru dan berperilaku seperti dosennya.
2.        Kompensasi 
Seorang individu tidak memperoleh kepuasan di bidang tertentu, tetapi mendapatkan kepuasan di bidang lain. Misalnya Andi memiliki nilai yang buruk dalam bidang Matematika, namun prestasi olah raga yang ia miliki sangatlah memuaskan.
3.        Overcompensation/ reaction formation
Perilaku seseorang yang gagal mencapai tujuan dan orang tersebut tidak mengakui tujuan pertama tersebut dengan cara melupakan serta melebih-lebihkan tujuan kedua yang biasanya berlawanan dengan tujuan pertama. Misalnya seorang anak yang ditegur gurunya karena mengobrol saat upacara, bereaksi dengan menjadi sangat tertib saat melaksanakan upacara dan menghiraukan ajakan teman untuk mengobrol.
4.        Sublimasi
Sublimasi adalah suatu mekanisme sejenis yang memegang peranan positif dalam menyelesaikan suatu konflik dengan pengembangan kegiatan yang konstruktif. Penggantian objek dalam bentuk-bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat dan derajatnya lebih tinggi. Misalnya sifat agresifitas yang disalurkan menjadi petinju atau tukang potong hewan.
5.        Proyeksi
Proyeksi adalah mekanisme perilaku dengan menempatkan sifat-sifat batin sendiri pada objek di luar diri atau melemparkan kekurangan diri sendiri pada orang lain. Mutu proyeksi lebih rendah daripada rasionalisasi. Contohnya seorang anak tidak menyukai temannya, namun ia berkata temannyalah yang tidak menyukainya. 
6.      Introyeksi
Introyeksi adalah memasukan dalam pribadi dirinya sifat-sifat pribadi orang lain. Misalnya seoarang wanita mencintai seorang pria, lalu ia memasukan pribadi pria tersebut ke dalam pribadinya.
7.      Reaksi konversi
Secara singkat mengalihkan konflik ke alat tubuh atau mengembangkan gejala fisik. Misalkan belum belajar saat menjelang bel masuk ujian, seorang anak wajahnya menjadi pucat dan berkeringat.
8.      Represi
Represi adalah konflik pikiran, impuls-impuls yang tidak dapat diterima dengan paksaan ditekan ke dalam alam tidak sadar dan dengan sengaja melupakan. Misalnya seorang karyawan yang dengan sengaja melupakan kejadian saat ia dimarahi oleh bosnya tadi siang.
9. Supresi
Supresi yaitu menekan konflik, impuls yang tidak dapat diterima secara sadar. Individu tidak mau memikirkan hal-hal yang kurang menyenangkan dirinya. Misalnya dengan berkata “Sebaiknya kita tidak membicarakan hal itu lagi.”
10.  Denial
Denial adalah mekanisme perilaku penolakan terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan. Misalnya seorang penderita diabetes memakan semua makanan yang menjadi pantangannya.
11.  Regresi
Regresi adalah mekanisme perilaku seseorang yang apabila menghadapi konflik frustasi, ia menarik diri dari pergaulan dengan lingkunganya. Misalnya artis yang sedang digosipkan berselingkuh, karena malu maka ia menarik diri dari perkumpulannya.
12.  Fantasi
Fantasi adalah apabila seseorang menghadapi konflik-frustasi, ia menarik diri dengan berkhayal/berfntasi, misalnya dengan lamunan. Contoh seorang pria yang tidak memiliki keberanian untuk menyatakan rasa cintanya melamunkan berbagai fantasi dirinya dengan orang yang ia cintai.     
13.  Negativisme
Adalah perilaku seseorang yang selalu bertentangan/menentang otoritas orang lain dengan perilaku tidak terpuji. Misalkan seorang anak yang menolak perintah gurunya dengan bolos sekolah. 
14. Sikap mengkritik orang lain
Bentuk pertahanan diri untuk menyerang orang lain dengan kritikan-kritikan. Perilaku ini termasuk perilaku agresif yang aktif (terbuka). Misalkan seorang karyawan yang berusaha menjatuhkan karyawan lain dengan adu argument saat rapat berlangsung.

·           Strategi Coping untuk Mengatasi Sress
1.        Menghilangkan stres mekanisme pertahanan, dan penanganan yang berfokus pada masalah. Menurut Lazarus penanganan stres atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu :
a.    Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
b.    Coping yang berfokus pada emosi (problem-focused coping)adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.

2.    Strategi penanganan stres dengan mendekat dan menghindar:
a.    strategi mendekati (approach strategies) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab stres dan usaha untuk menghadapi penyebab stres tersebut dengan cara menghadapi penyebab stres tersebut atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung
b.    strategi menghindar (avoidance strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stres dan usaha yang muncul dalam tingkah laku, untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stress

·           Pendekatan Problem Solving terahadap Stress
Salah satu cara dalam menangani stres yaitu menggunakan metode Biofeedback, tekhniknya adalah mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang terkena stres kemudian belajar untuk menguasainya. Teknik ini menggunakan serangkaian alat yang sangat rumit sebagai feedback.
Melakukan sugesti untuk diri sendiri, juga dapat lebih efektif karena kita tahu bagaimana keadaan diri kita sendiri. Berikan sugesti-sugesti yang positif, semoga cara ini akan berhasil ditambah dengan pendekatan secara spiritual (mengarah kepada Tuhan).
·           Meningkatkan Toleransi Stress dan Pendekatan Berorientasi terhadap Tugas
Meningkatkan toleransi terhadap stres, dengan cara meningkatkan keterampilan/kemampuan diri sendiri, baik secara fisik maupun psikis, misalnya, Secara psikis: menyadarkan diri sendiri bahwa stres memang selalu ada dalam setiap aspek kehidupan dan dialami oleh setiap orang, walaupun dalam bentuk dan intensitas yang berbeda. Secara fisik: mengkonsumsi makanan dan minuman yang cukup gizi, menonton acara-acara hiburan di televisi, berolahraga secara teratur, melakukan tai chi, yoga, relaksasi otot, dan sebagainya.

Daftar Pustaka:
Siswanto. 2007. Kesehatan Mental; Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya. Yogyakarta: Andi Sunaryo. 2002. 
Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Halgin, R.P., Whitbourne, S.K. 2010. Psikologi abnormal. Jakarta: Salemba Humanika
Anonim. 1999. Manajemen stres. Jakarta: Buku Kedokteran EGC