A.
Model-model hubungan interpersonal
Hubungan Interpersonal
Manusia merupakan makhluk sosial, karena itu kehidupan
manusia selalu ditandai dengan pergaulan antar manusia. Pergaulan itu dapat
dilakukandalam lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, organisasi sosial dan
lain-lain. Pergaulan manusia merupakan salah satu bentuk komunikasi dalam
masyarakat yang nantinya akan menjadi dasar dalam melakukan hubungan atau
interaksi antar individu, karena komunikasi sangat erat kaitannya dengan
hubungan interpersonal. Dalam bagian ini perlu diketahui tentang pengertian
hubungan interpersonal, tahap-tahap hubungan interpersonal, faktor-faktor yang
menumbuhkan hubungan interpersonal dalam komunikasi interpersonal,teori-teori
hubungan interpersonal dan ciri-ciri hubungan interpersonal yang baik.[1] Hubungan interpersonaladalah hubungan
antara individu satu dengan individu lain yang melandasi komunikasi
interpersonal yang dilakukan. Hubungan
interpersonal adalah dimana ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar
menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya.
Jadi ketika kita berkomunikasi kita tidak hanya menentukan content melainkan
juga menentukanrelationship.[2]
Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan
bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan
dirinya; makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya;
sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara
komunikan. Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal
yang baik. Kegagalan komunikasi sekunder terjadi, bila isi pesan kita dipahami,
tetapi hubungan di antara komunikan menjadi rusaak. “komunikasi interpersonal
yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal barangkali
yang paling penting,” Anita taylor et al. (1977:1987).
Banyak penyebab dari rintangan komunikasi berakibat kecil saja bila ada
hubungan baik diantara komunikan. Sebaliknya, pesan yang paling jelas, paling
tegas, dan paling cermat tidak dapat menghindari kegagalan, jika terjadi
hubungan yang jelek.[3] Setiap kali kita
melakukan komunikasi, kita bukan hanya sekedar menyampaikan isi pesan, kita
juga menentukan kadar hubungan interpersonal, bukan hanya menentukan “content”
tetapi juga “relationship”. Bukan hanya menyampaikan isi, tetapi juga
mendefinisikan hubungan interpersonal. Pandangan bahwa komunikasi
mendefinisikan hubungan interpersonal telah dikemukakan Ruesch dan Bateson
(1951) pada tahun 1950-an. Gagasan ini dipopulerkan di kalangan komunikasi oleh
Watzlawick, Beavin, dan Jackson (1067) dengan buku mereka Pragmatics of
Human Communication. Mereka melahirkan istilah baru untuk
menunjukkan aspek hubungan dari pesan komunikasi ini.
·
Model Pertukaran dan Analisis Transaksional
1. Model
pertukaran sosial
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu
transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan
sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley, dua orang pemuka
uatama dari model ini, menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai berikut,
“asumsim dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap
individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya
selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya.
“ Ganjaran, biaya, laba, dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok
dalam teori ini. Ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai positif yang
diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran berupa uang, penerimaan
sosial, atau dukungan terhadap nilai yang dipegannya. Nilai suatu ganjaran
berbeda-beda antara seseorang dengan yang lain, dan berlainan antara waktu yang
satu dengan waktu yang lain.buat orang kaya, mungkin penerimaan sosial lebih
berharga dari pada uang. Buat orang miskin, hubungan interpersonal yang dapat
mengatasi kesulitan ekonominya lebih memberikan ganjaran daripada hubungan yang
menambah pengetahuan. Biaya adalah akibat yang dinilai negatif
yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha,
konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang
dapat menhabiskan sumberkekayaan individu atau dapat menimbulkan efek-efek yang
tidak menyenangkan. Seperti ganjaran, biaya pun berubah-ubah sesuai dengan waktu
dan orang yang terlibat di dalamnya. Hasil atau laba adalah
ganjaran dikurangi biaya. Bila seorang individu merasa, dalam suatu hubungan
interpersonal, bahwa ia tidak memperoleh laba sama sekali, ia kan mencari
hubungan lain yang mendatangkan laba. Misalnya, kita mempunyai kawan yang pelit
dan bodoh. Kita banyak membantunya, tetapi hanya sekedar supaya persahabatan
dengan dia tidak putus. Bantuan kita (biaya) ternyata lebih besar daripada
nilai persahabatan (ganjaran) yang kita terima. Kita rugi. Menurut teori
pertukara sosial, hubungan kita dengan sahabat pelit itu mudah sekali retak dan
digantikan dengan hubungan barudengan orang lain. Tingkat perbandingan menunjukkan
ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan
individu pada waktu sekarang. Ukuran baku ini dapat berupa pengalaman individu
pada masa lalu atau alternatif hubungan lain yang terbuka baginya. Bila pada
masa lalu, seorang individu mengalami hubungan interpersonal yang memuaskan,
tingkat perbandingannya turun. Bila seorang gadis pernah berhubungan dengan
kawan pria dalam hubungan yang bahagia,ia akan mengukur ganjaran hubungan
interpersonal dengan kawan pria lain berdasarkan pengalamannya dengan kawan
pria terdahulu. Makin bahagia ia pada hubungan interpersonal sebelumnya, makin
tinggi tingkat perbandingannya berarti makin sukar ia memperoleh hubungan
interpersonal yang memuaskannya.
2. Model Analisis
Transaksional
Analisis Transaksional (AT) adalah salah satu
pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional. AT dapat
dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan
kelompok. Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan.
Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh
klien, juga dalam proses terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan
yang diambil oleh klien. Maka proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk
membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan hidupnya sendir
·
Memulai Hubungan
a.
Pembentukan
Kesan dan Ketertarikan Interpersonal dalam Memulai Hubungan
1. pembentukan
kesan
Menurut
sears dkk (1992) individu cenderung membentuk kesan panjang lebar atas orang
lain berdasarkan informasi yang terbatas.
- Evaluasi
: Kesan pertama. Menurut sears dkk (1992) aspek pertama yang paling penting dan
kuat adalah evaluasi. Secara formal dimensi evaluatif merupakan dimensi
terpenting diantara sejumlah dimensi dasar yang mengorganisasikan kesan
gabungan tentang orang lain.
- Kesan
Menyeluruh. Untuk menjelaskan bagaimana orang mengevaluasi terhadap orang orang
lain, dapat dilakukan dari “kesan yang diterima secara keseluruhan”. Sears dkk.
(1992) membagi kesan menyeluruh menjadi dua, yaitu model penyamarataan dan
model menambahkan.
- Konsistensi.
Individu cenderung membentuk karakteristik yang konsisten secara evaluatif
terhadap individu lainnya, meski hanya memiliki sedikit informasi. Kita
cenderung memandang orang lain secara konsisten dari kedalamannya.
- Prasangka
positif menurut sears (dalam Sears dkk., 1992) adalah kecenderungan menilai
orang lain secara positif sehingga mengalahkan evaluasi negatif.
2. Ketertarikan
Interpersonal
- Prinsip
Dasar Daya Tarik Interpersonal
· Penguatan
Kita
menyukai orang lain dengan cara member ganjaran sebagai penguatan dari tindakan
atau sikap kita. Salah satu tipe ganjaran yang penting adalah persetujuan
sosial, dan banyak penelitian memperlihatkan bahwa kita cenderung menyukai
orang lain yang cenderung menilai kita secara positif (Sears, 1992).
· Pertukaran
sosial
Pandangan
ini menyatakan bahwa rasa suka kita kepada orang lain didasarkan pada penilaian
kita terhadap kerugian dan keuntungan yang diberikan seseorang kepada kita.
Teori ini menekankan bahwa kita membuat penilaian komparatif, menilai
keuntungan yang kita peroleh dari seseorang dibandingkan dengan keuntungan yang
kita peroleh dari orang lain (Sears dkk., 1992).
· Asosiasi
Kita
menjadi suka kepada orang yang diasosiasikan (dihubungkan) dengan pengalaman
yang baik/bagus dan tidak suka kepada orang yang diasosiasikan dengan pengalaman
buruk/jelek (Clore & Byrne dalam Sears dkk., 1992)
- Faktor-faktor
yang mempengaruhinya
· Karakter
Pribadi
Daya
tarik seseorang bagi orang lain, pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua hal
: yang bersifat fisik (wajah, rambut, tubuh) dan yang bersifat non fisik
(kepribadian, intelegensi, minat dan hobby), para ahli mengidentifikasikan
beberapa karakter umum yang mempengaruhi rasa suka seseorang kepada orang lain
yaitu ketulusan, kehangatan personal, kompetensi, dan daya tarik
fisik.
· Kesamaan
Kita
cenderung menyukai orang yang sama dengan kita dalam sikap, nilai, minat, hoby,
latar belakang, dan kepribadian. Menurut Sears dkk., (1992) dalam hal
berpacaran dan pernikahan, kecenderungan untuk memilih pasangan yang mempunyai
kesamaan disebut sebagai “prinsip kesesuaian” (match principle).
· Keakraban
Menurut
Atkinson dkk. (1993) salah satu alasan bahwa kedekatan dapat menimbulkan rasa
senang pada seseorang adalah bahwa kedekatan dapat mningkatkan keakraban.
Fenomena ini oleh Sears dkk. (1992) dapat dijelaskan dengan apa yang disebut
sebagai efek eksposur belaka. Efek ini merupakan suatu
fenomena dimana keseringan berhadapan dengan seseorang dapat meningkatkan rasa
suka kita terhadap orang lain.
· Kedekatan
Menurut
Atkinson dkk. (1993) salah satu prediktor terbaik mengenai apakah dua orang
dapat berteman atau tidak adalah seberapa jauh jarak tempat tinggal mereka.
Terdapat tiga faktor yang menghubungkan antara kedekatan daya tarik
interpersonal, yaitu pertama, kedekatan biasanya meningkatkan
keakraban. Kedua, kedekatan sering berkaitan dengan kesamaan.
Kita seringkali memilih untuk tinggal dan bekerja dengan orang lain yang kita
kenal, dan selanjutnya kedekatan geografi kita akan meningkatkan kesamaan kita.
Faktor ketiga adalah bahwa orang yang dekat secara fisik lebih mudah didapat
dari pada orang yang jauh (Sears dkk. 1992).
·
Hubungan Peran
Model Peran
terdapat
empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan
perilaku dan nilai-nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model-model
mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut:
· Secara
implicit bermain peran mendukung sustau situasi belajar berdasarkan pengalaman
dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi ‘’di sini pada saat ini’’.
Model ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan
analogy mengenai situasi kehidupan nyata. Tewrhadap analogy yang diwujudkan
dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan respons emosional
sambil belajar dari respons orang lain.
· Kedua,
bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya
yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan
perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari
psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). Namun
demikian, terdapat perbedaan penekanan antara bermain peran dalam konteks
pembelajaran dengan psikodrama. Bermain peran dalam konteks pembelajaran
memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu sendiri merupakan
kegiatan utama dan integral dari pembelajaran; sedangkan dalam psikodrama,
pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat itulah yang paling utama.
Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan daripada
bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran peran keduanya memegang peranan
yang sangat penting dalam pembelajaran.
· Model
bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar
untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu
datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat
terhadap masalah yang sedang diperankan. Denagn demikian, para peserta didik
dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang
pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal.
Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain
tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan dirinya secara optimal. Oleh sebab itu, model mengajar ini
berusaha mengurangi peran guru yang teralu mendominasi pembelajaran dalam
pendekatan tradisional. Model bermain peran mendorong peserta didik untuk turut
aktif dalam pemecahan masalah sambil menyimak secara seksama bagaimana orang
lain berbicara mengenai masalah yang sedang dihadapi.
· Model
bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap,
nilai, perasaan dan system keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui
kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan demikian, para pserta didik dapat
menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan
nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang
lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya.
Terdapat
tiga hal yang menentukan kualitas dan keefektifan bermain peran sebagai model
pembelajaran, yakni (1) kualitas pemeranan, (2) analisis dalam diskusi, (3)
pandangan peserta didik terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan
situasi kehidupan nyata.
Konflik
\Konflik
adalah adanya pertentangan yang timbul di dalam seseorang (masalah intern)
maupun dengan orang lain (masalah ekstern) yang ada di sekitarnya. Konflik
dapat berupad perselisihan (disagreement), adanya keteganyan (the presence of
tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau
lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antar kedua belah pihak, sampai
kepada mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai
pengahalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing.
Substantive conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan
kelompok,pengalokasian sumber dalam suatu organisasi, distrubusi kebijaksanaan
serta prosedur serta pembagaian jabatan pekerjaan. Emotional conflicts terjadi
akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan
penolakan, serta adanya pertantangan antar pribadi (personality clashes).
Dalam
sebuah organisasi, pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja saling
berkait dengan pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di dalam
sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan dengan komunikasi yang
tidak efektif yang menjadi kambing hitam.
Adequancy peran & autentisitas
dalam hubungan peran
Kecukupan
perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang
diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada
preskripsi ( ketentuan ) dan harapan peran yang menerangkan apa yang
individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat
memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut
peran-peran tersebut.
·
Intimacy dan Hubungan
Peran
Intimasi dapat
dilakukan terhadap teman atau kekasih. Intimasi (elemen emosional : keakraban,
keinginan untuk mendekat, memahami kehangatan, menghargai, kepercayaan).
Intimasi mengandung pengertian sebagai elemen afeksi yang mendorong individu
untuk selalu melakukan kedekatan emosional dengan orang yang dicintainya.
Dorongan ini menyebabkan individu bergaul lebih akrab, hangat, menghargai,
menghormati, dan mempercayai pasangan yang dicintai, dibandingkan dengan orang
yang tidak dicintai. Mengapa seseorang merasa intim dengan orang yang dicintai?
Hal ini karena masing-masing individu merasa saling membutuhkan dan melengkapi
antara satu dan yang lain dalam segala hal. Masing-masing merasa tidak dapat
hidup sendiri tanpa bantuan dan kehadiran pasangan hidup sisinya.
·
Intimacy dan
Pertumbuhan
Apapun alasan untuk
berpacaran, untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah cinta.
Keintiman tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti proses
menyatakan siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah
kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita
kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun
menunjukkan lapisan demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan
kita.
Keinginan setiap
pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati,
dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi
tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan
dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk
bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena (1) kita
tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh; (2) kita tidak
menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan; (3) kita
tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang
rahasia; (4) kita dibentuk menjadi orang yang berkepribadian tertutup; (5) kita
memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus . Dalam hal inilah keutamaan
cinta dibutuhkan.
Daftar Pustaka:
Supratiknya, A. (1995). Mengenal
Perilaku Abnormal. Yogyakarta: kanisius
Widyarini, M. M. Nilam. 2009. Seri Psikologi
Populer: Membangun
Hubungan Antar Manusia.
Jakarta: Elex
Media Komputindo
Oliver, Sandra, 2001, Strategi Public
Relations. Jakarta : Erlangga
Roberts, Albert R. & Greene Gilbert J. 2008. Buku 1 Pintar Pekerja Sosial. Jakarta : PT BPK
Gunung Mulia.
Hoerr, Thomas
R. 2007. Buku Kerja
Multiple Intelligences. Bandung: PT Mizan.
Ivancevich, John. M, dkk. 2008. Perilaku dan
Manajemen Organisasi.
Jakarta : Erlangga
Dariyo, A. 2001. Psikologi Perkemb Dewasa Muda (CB). Grasindo
Riyanti,
Dwi B.P., Prabowo, Hendro. (1998). Seri
diktat kuliah psikologi umum 2.
Depok: Universitas Gunadarma.