Sabtu, 16 Maret 2013

Tulisan 1 softskill Kesehatan Mental


KONSEP SEHAT
DEFINISI SEHAT
Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.
Menurut WHO (1947) “Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO,1947)”. Definisi WHO tentang sehat mempunyui karakteristik berikut yang dapat meningkat kankonsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994):
1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.
3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.
Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.
Secara harfiah sehat berarti kondisi seseorang dimana seluruh bagian dari manusia dapat bekerja sama dengan baik, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya
(Kamus Bahasa Indonesia).
Konsep sehat dalam hal ini bukan hanya apa arti sehat seperti yang “digambarkan” oleh pengertian di atas yaitu fungsi tubuh yang berfungsi dan berkoordinasi dengan baik serta bekerja dengan semestinya. Setiap usaha-usaha dalam “mencapai” dan mempertahankan kesehatan itu merupakan konsep sehat itu sendiri. Banyak usaha yang dilakukan setiap orang untuk mencapai apa itu yang kita sebut dengan kata “sehat”, entah itu dengan meminum obat-obatan secara teratur setiap hari, berolahraga dengan jadwal ketat,mengkonsumsi makanan yang organik, diet ketat, bahkan menempuh “jalan” yang bisa dianggap sedikit di luar nalar.
Jadi di sini dapat dikatakan mempunyai kesimpulan bahwa konsep sehat itu bukan hanya dimana seluruh bagian/organ tubuh berfungsi dan bekerja dengan baik (bagaimana semestinya), tetapi juga setiap usaha-usaha yang dilakukan agar dapat “mencapai” kesehatan dan mempertahankannya.
Sumber:
SEJARAH PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL
Zaman dahulu orang menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah setan, roh-roh jahat dan dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita penyakit mental dimasukkan dalam penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum dan diikat erat-erat dengan rantai besi yang berat dan kuat. Namun, lambat laun ada usaha-usaha melalukan perbaikan dalam mengatasi orng-orang yg mengalami gangguan mental.

Kesehatan mental ungkapan ini diciptakan oleh W. Swetster di tahun 1843, dan penuh dengan konten yang sebenarnya melalui "pribadi" pengalaman berkumpul oleh ahli asuransi Beers Amerika. Tujuannya adalah untuk memastikan perawatan yang lebih manusiawi dari sakit mental, cara bagaimana tujuannya ini dilakukan dalam konteks yang lebih luas melampaui domain perawatan kesehatan tidak bisa disebut hanya kejiwaan.

Sejarah kesehatan mental terbagi menjadi 2 periode yaitu periode pra ilmiah dan periode ilmiah:
1.    Periode pra ilmiah
sejak jaman dulu sikap terhadap gangguan mental telah muncul dalam konsep primitif animeisme (kepercayaan roh-roh / dewa-dewa). Orang Yunani percaya bahwa gangguan mental terjadi karena dewa marah dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari kemarahannya, merka mengadakan perjamuan.
Perubahan sikap terhadap tradisi animisme terjadi pada jaman Hipocrates (460-467). Dia dan pengikutnya mengembangkan pandangan revolusioner dalam pengobatan kesehatan mental, yaitu dengan pendekatan naturalisme. Aliran berpendapat bahwa gangguan mental atau fisik akibat dari alam.
Dalam perkembangan selanjutnya, pendekatan naturalistik ini tidak dipergunakan lagi. Dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat politik dan sosial untuk memecahkan problem penyakit mental. Ia seorang kepala Rumah Sakit Bicetre di Paris. Dirumah sakit ini pasienya yang maniac dirantai, diikat ditembok, ditempat tidur selama 20 tahun atau lebih. Akhirnya, banyak yang berhasil.
2.    Era ilmiah (Modern)
Perubahan yang sangat berarti dalam sikap dan era gangguan mental yaitu dari animisme (irrasional) dan tradisional kesikap dan cara yang rasional (ilmiah), terjadi saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika Serikat tahun 1783. Ketika itu Benyamin Rush (1745-1813) sebagai staff medis di rumah sakit Penisylvania, terdapat 24 pasien yang dianggap lunaties (orang0orang gila atau sakit ingatan). Rush melakukan usaha lain selain mengurung dan mengguyur air terhadap pasienya, yaitu dengan cara : memberikan motivasi (dorongan) untuk ingin bekerja, refreshing (mencari kesenangan).
Perkembangan kesehatan mental dipengaruhi oleh gagasan, pemikiran, dan inspirasi para ahli, terutama 2 tokoh perintis ini yaitu : Dorothea Lynde Dix dan Clifford Whittingham Beers orang yang mendedikasikan hidupnya dalam bidang pencegahan gangguan mental. Berkat usaha Dix dia dapat membangun 32 rumah sakit jiwa di Amerika.
Selama dekade 1900-1909 beberapa organisasi kesehatan mental telah didirikan, seperti American Social Hygiene Association (ASHA) dan American Federation For Sex Hygiene. Perkembangan gerakan kesehantan mental tidak lepas dari Clifford Whittingham Beers (1876-193) karena jasanya ia dinobatkan sebagai “The Founder Of The Mental Hygiene Movement”. Beers juga mengeluarkan Otobiografinya sebagai mantan penderita gangguan mental yang berjudul “A Mind That Found Itself” dan dia juga merancang program yang bersifat nasionaluntuk mereformasikan program, penyebaran informasi, prndorongan agar dilakukan penelitian lebih lanjut dan pengembangan praktik-praktik untuk mencegah gangguan mental.
Aldof Mayer yang tertarik terhadap program Beers menamakan gerakan itu dengan nama “Mental Hygiene”. Tahun 1908 sebuah organisasi pertama didirikan dengan nama Connectievt Society For Mental Hygiene. Tahun 19 febuari 1909 didirikan National Commitye Siciety For Mental Hygiene, Berrs menjadi sekretarisnya. Tujuan organisasi ini bertujuan melindungi, menyusun perawatan, meningkatkan studi, menyebarkan pengetahuan dan mengkoordinasikan lembaga-lembaga untuk pasien gangguan mental.
Pada tanggal 3 juli 1946, presiden Amerika Serikat menandatangani “The National Mental Health Act”. Dokumen blueprint yang komprehensif, berisi program jangka panjang untuk meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat. Pada tahun 1950 organisasi mental terus bertambah dengan berdirinya National Association For Mental Health berkerjasama dengan 3 organisasi yaitu : National Commitye Siciety For Mental Hygiene, National Mental Health Foundation, dan Psychiatric Foundation. Kesehatan mental terus berkembang tahun 1075 di Amerika serika terdapat lebih dari 1000 tempat perkumpulan kesehatan mental. Dibelahan dunia lain gerakan kesehatan mental dikembangkan melalui World Federation For Mental Health Organization.
Psikologi kesehatan dimulai tahun 1970-an hingga awal 1980-an. Seiring datangnya abad 21 kita melihat pisikologi kesehatan tumbuh dengan sangan signifikan. Komunitas dan asosiasi psikologis mulai membentuk divisi atau departemen sendiri. Pertarunagn secara teoritis dan historis untuk memahami kaitan antara mental (pikiran, emosi dll.) dengan kondisi sehat (fisiologis).

Sumber:
 Kholil Rochman Lur. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto : Fajar Media Press.
Ian P. Albery dan Marcus Munafo. 2011. Psikologi Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Setia.

PENDEKATAN KESEHATAN MENTAL
A.      Orientasi Klasik
Orientasi klasik yang umumnya digunakan dalam kedokteran termasuk psikiatri mengartikan sehat sebagai kondisi tanpa keluhan, baik fisik maupun mental. Orang yang sehat adalah orang yang tidak mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya. Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas. Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi. Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental. Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak sehat mental.
B.      Orientasi Penyesuaian Diri
Dengan menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena kaitannya dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan budaya, kita tidak dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan sesuatu yang absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada gejala lain yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang menampilkan perilaku yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan menampilkan perilaku yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain. Misalnya ia melakukan agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada saat suasana hatinya tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana hatinya sedang enak. Dapat dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu tertentu dan tidak sehat mental pada waktu lain. Lalu secara keseluruhan bagaimana kita menilainya? Sehatkah mentalnya? Atau sakit? Orang itu tidak dapat dinilai sebagai sehat mental dan tidak sehat mental sekaligus.
Dengan contoh di atas dapat kita pahami bahwa tidak ada garis yang tegas dan universal yang membedakan orang sehat mental dari orang sakit mental. Oleh karenanya kita tidak dapat begitu saja memberikan cap ‘sehat mental’ atau ‘tidak sehat mental’ pada seseorang. Sehat atau sakit mental bukan dua hal yang secara tegas terpisah. Sehat atau tidak sehat mental berada dalam satu garis dengan derajat yang berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan derajat sehat atau tidaknya seseorang. Dengan kata lain kita hanya bicara soal ‘kesehatan mental’ jika kita berangkat dari pandangan bahwa pada umumnya manusia adalah makhluk sehat mental, atau ‘ketidak-sehatan mental’ jika kita memandang pada umumnya manusia adalah makhluk tidak sehat mental. Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian seseorang secara keseluruhan. Penentuan derajat kesehatan mental seseorang bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang dalam lingkungannya.
C.      Orientasi Pengembangan Potensi
Seseorang dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat  kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang menjadi pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang sangat menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak selamanya perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya, pikiran tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara pikiran dan perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan wajar.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental adalah mencegah timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi, mengurangi atau menyembuhkan penyakit jiwa serta memajukan jiwa. Menjaga hubungan sosial akan dapat mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya tujuan-tujuan perseorangan sekaligus. Kita tidak dapat menganggap bahwa kesehatan mental hanya sekedar usaha untuk mencapai kebahagiaan masyarakat, karena kebahagiaan masyarakat itu tidak akan menimbulkan kebahagiaan dan kemampuan individu secara otomatis, kecuali jika kita masukkan dalam pertimbangan kita, kurang bahagia dan kurang menyentuh aspek individu, dengan sendirinya akan mengurangi kebahagiaan dan kemampuan sosial.
Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar